Percepat Pembangunan Destinasi Pariwisata, Pemerintah Tambah Rp6,4 T

Juli 28, 2019
ilustrasi
PORSEA ONLINE -- Kunjungan Kementerian Pariwisata ini merupakan bagian dari program kegiatan untuk meningkatkan nilai pariwisata Kaldera Toba.

Dalam kunjungan ini Menteri Pariwisata, Arief Yahya didampingi Dadang Rizki Ratman; Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata; Hiramsyah S. Thaib, Ketua Tim Percepatan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas); Arie Prasetyo; Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Danau Toba serta jajaran pejabat kementerian dan lembaga lainnya.

Kunjungan kerja ke The Kaldera Danau Toba ini dalam rangka melakukan pemantauan dan evaluasi progres perkembangan pariwisata dilanjutkan dengan pelaksanaan rapat koordinasi dengan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT).

Berdasarkan hasil Rapat Terbatas Presiden (15/7), pemerintah akan menambahkan anggaran sebesar Rp 6,4 triliun untuk mempercepat pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas, yaitu Danau Toba, Borobudur, Labuan Bajo-Flores, Mandalika, dan Manado.

Tambahan anggaran ini mendorong Kemenpar untuk mempercepat seluruh program destinasi dengan mengadakan rapat dan membahas progres mingguan dari masing-masing destinasi pariwisata prioritas tersebut.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan bahwa Kemenpar memiliki target jumlah wisatawan mancanegara pada 2019 sebesar 20 juta dengan target jumlah devisa Rp 240 triliun dan perjalanan wisatawan dalam negeri sebanyak 275 juta."Kami berharap, pariwisata bisa memberikan kontribusi 15 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB)," tambahnya.

Untuk kawasan destinasi yang cukup luas, dibandingkan Badan Otorita Pariwisata lainnya yang  terdiri dari 8 kabupaten, terdapat kenaikan yang cukup signifikan pada pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Samosir yaitu sebesar 81% dari tahun 2016 ke 2017, dengan pertumbuhan PAD di kabupaten sekitar Danau Toba 2016-2017 mencapai 70%.

Sebagai salah satu Geopark yang sedang menjalani proses menuju UNESCO Global Geopark (UGG), Geopark Nasional Kaldera Toba (GNKT) masih menunggu pengumuman sekitar bulan September 2019.

“Insya Allah di September 2019 ini Geopark Kaldera Toba mendapatkan status UGG. Sesuai usulan, kami akan menjadikan 16 site Geopark Kaldera Toba menjadi quick wins Atraksi BPODT.” ucap Hiramsyah S. Thaib, Ketua Tim Percepatan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas atau biasa disebut 10 Bali Baru.

Mengacu sebaran dan identifikasi singkapan batuan dan situs-situs geologi, Kaldera Toba terdiri dari 16 geosite yang dikelompokkan menjadi 4 Geoarea. Berdasarkan pertimbangan kondisi geografisnya, dipilah menjadi Geoarea Kaldera Porsea, Kaldera Haranggaol, Kaldera Sibandang, dan Geoarea Pulau Samosir.

Geoarea Kaldera Haranggaol yang berada di ujung Utara GKT, terdiri dari beberapa geosite (situs kebumian), salah satunya adalah Geosite Tongging Sipiso-piso.

Demi mendongkrak kesiapan seluruh ekosistemnya untuk mendukung quick wins ini, Tim Percepatan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas bersama dengan jajaran direksi BPODT sudah menyelenggarakan pertemuan untuk membahas progres sesuai framework ekosistem pariwisata yaitu Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas (3A), yang termasuk kedalam 9 pilar Transformer.
Selain Kaldera Toba, rombongan meninjau salah satu atraksi amenitas andalan sekitar Danau Toba yaitu Desa Wisata Sigapiton, hanya 30 menit dari Parapat, disambut oleh Ketua Tim Percepatan Homestay Desa Wisata, Anneke Prasyanti.

Arief Yahya berharap, sumber daya manusia harus ditingkatkan untuk menunjang sumber daya yang sudah ada. Di sana terdapat homestay dan rumah tradisional yang didukung langsung pembangunannya oleh Tim Percepatan 10 Destinasi Pariwisata.

Pada kesempatan ini, Hiramsyah pun menuturkan bahwa salah satu strategi untuk membangun destinasi dapat melalui pengembangan desa wisata yang ada di sekitar daerah pengembangan 10 Bali Baru.

“Kekayaan dan keunikan alam serta budaya kita begitu eksotik, penuh daya tarik. Seluruh dunia harus melihat itu.”
Untuk akses menuju ke Desa Sigapiton,

Bupati Tobasa, Darwin Triadi, menjanjikan bantuan pembangunan jalan dari Desa Sigapiton. BPODT pun siap mendukung pembangunan desa wisata tersebut. Dukungan ini tentu mempermudah akses wisatawan yang berwisata ke Desa Wisata Sigapiton.

“Dengan tawaran menarik homestay yang hanya Rp85.000/malam, wisatawan dapat merasakan keindahan alam dari mulai danau hingga atraksi sekitar.” ujar Anneke selaku Ketua Tim Percepatan Homestay. (sumber)

Dakwah Arsyad Thalib Lubis di Porsea, Pejuang Hizbullah yang Pernah Jadi Politisi Masyumi

Januari 27, 2019
Sumber
PORSEA ONLINE -- Selain berdakwah, ulama dahulu juga berjuang untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Hal itu juga dilakukan pendiri Al Jam'iyatul Washliyah Muhammad Arsyad Thalib Lubis.

Muhammad Arsyad Thalib Lubis adalah seorang ulama kelahiran Stabat, Langkat, Sumatera Utara, Oktober 1908. Selain dikenal sebagai ulama, dia juga dikenal sebagai penulis dan tokoh pendiri Al Jam'iyatul Washliyah atau Al Washliyah, salah satu organisasi Islam di Indonesia yang didirikan 30 November 1930.

Banyak catatan terkait kiprah Arsyad Thalib Lubis yang akrab disapa Tuan Arsyad ini. Salah satunya, saat dia ditangkap oleh penjajah pada tanggal 23 Maret 1949, lalu dipenjarakan sebagai tahanan politik di Penjara Suka Mulia Medan. Dia mendekam di tahanan sampai

Sebelum ditahan, sepak terjang Tuan Arsyad memang menjadi perhatian Belanda. Dia dianggap sebagai ulama yang berpengaruh di kalangan kaum muslim dan sangat berpengaruh bagi penjajah. Tuan Arsyad pun mengeluarkan fatwa wajib bagi setiap muslim menentang kedatangan penjajah Belanda yang berkeinginan kembali menjajah Indonesia.

Sebuah buku berjudul Penuntun Perang Sabil (1946), adalah karyanya. Tuan Arsyad juga pernah bergabung dalam perjuangan Hizbullah untuk wilayah Sumatera Timur. Akibatnya, dia ditangkap oleh polisi Sumatera Timur yang masih dikuasai oleh Belanda dan tentara NICA-nya.

Dia ditahan sejak 23 Desember 1949. Saat dalam tahanan, istrinya, Siti Jamaah binti Kamil bin Sampurna, meninggal dunia.

Tuan Arsyad adalah putra kelima dari pasangan Lebai Thalib bin H Ibrahim Lubis dan Markoyom Nasution. Ayahnya berasal dari Kampung Pastap,Kotanopan,Tapanuli Selatan, kemudian menetap di Stabat, sebagai petani yang agamis sehingga mendapat panggilan 'Lebai', panggilan kehormatan di daerahnya atas ilmu agama yang dimiliki.

Arsyad menjalani seluruh pendidikannya di Sumatera Utara. Setelah menjalani pendidikannya dalam kurun waktu 1917-1930, Arsyad memperdalam ilmu tafsir, hadits, usul fiqh dan fiqh kepada Syekh Hasan Maksum di Medan.

Berkat ketekunan dan kecerdasannya,Arsyad mendapat kepercayaan dari gurunya yakni H Mahmud Ismail Lubis untuk menyalin karangan yang akan dimuat di surat kabar. Pada usia 20 tahun, Arsyad menjadi penulis di Majalah Fajar Islam di Medan.

Buku pertamanya, Rahasia Bible, terbit pada 1934. Buku ini menjadi pegangan mubalig dan dai Al Washliyah dalam mensyiarkan Islam di Porsea, Tapanuli Utara.

Arsyad aktif mengajar pada beberapa Madrasah Al Washliyah di Aceh maupun di Medan dari tahun 1926-1957. Arsyad juga pernah mengajar di Sekolah Persiapan Perguruan Tinggi Islam Indonesia di Medan (1953-1954), menjadi Guru Besar ilmu Fiqh dan Usul Fiqh pada Universitas Islam Sumatera Utara-UISU (1954-1957), dan dosen tetap pada Universitas Al Washliyah (UNIVA) sejak berdirinya universitas itu (1958) hingga akhir hayatnya.

Sejak berdirinya organisasi Al Jam'iyatul Washliyah pada 9 Rajab 1349 H atau 30 November 1930 M, Arsyad menjadi anggota Pengurus Besar Al Washliyah sampai 1956. Meski tidak berada dalam kepengurusan lagi, Arsyad tetap aktif memberikan sumbangan pikiran dan tenaga dalam kegiatan yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Puluhan ribu orang dari Tanah Batak dan Karo, Sumut, masuk Islam berkat dakwahnya.

Arsyad juga melakukan berbagai perdebatan dengan tokoh-tokoh Kristen di Medan, seperti Pendeta Rivai Burhanuddin (Pendeta Kristen Adven), Van den Hurk (Kepala Gereja Katolik Sumatera Utara), dan Sri Hardono (Kristen Katolik). Perdebatannya itu diterbitkan dalam bentuk buku.

Arsyad pernah terlibat dalam dunia politik Indonesia dengan menjadi pengurus di Majelis Syuro Muslimin (Masyumi). Dia juga menjadi kepala Kantor Urusan Agama se-Sumatera Timur. Selain itu, bersama sejumlah ulama lainnya, Arsyad menjadi perwakilan pertama ulama Al Washliyah yang menjadi delegasi Indonesia saat berkunjung ke Uni Soviet.

Setelah perjuangan panjang bagi Islam dan bangsa Indonesia, Arsyad wafat pada Kamis, 6 Juli 1972 di rumahnya, Jalan Sei Kera, Medan. Jenazahnya dimakamkan di pekuburan dekat rumahnya di Jalan Mabar, Sei Kera, Kota Medan.  (sumber)
 
Copyright © Porsea Online. Designed by OddThemes